Selasa, 12 Juli 2011

ORGANIS GEREJA TAPI NON-KATHOLIK?

Atas munculnya pertanyaan tentang boleh tidaknya atau layak tidaknya seorang organis beragama non-Katholik yang membantu kita dalam perayaan Ekaristi, perkenankan kami mengutip apa yang tertulis dalam buku Pedoman untuk Nyanyian dan Musik dalam Ibadat – Dokumen Universa Laus.

Buku ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta pada tahun 1987 dengan terjemahan dan komentar-komentar yang ditulis oleh Rm Karl-Edmund Prier SJ.

Dalam bab VI ayat 5 ditulis demikian:

“Bermusik bersama berarti bahwa setiap peserta turut serta dengan sebaik mungkin. Maka tidak dapat dibayangkan bahwa seorang pemain musik yang bukan beragama Kristen Katholik atau yang sudah menjauh dari Gereja sungguh dapat menghasilkan musik ibadat. Ia hanya menyumbangkan bantuan teknis saja tanpa bersatu dengan umat beriman yang sedang beribadat. Begitu pula, umumnya para komponis akan semakin memenuhi kebutuhan ibadat umat bila mereka mengikuti ibadat, mendengarkan Sabda Tuhan serta menjawab kepada-Nya. Dengan demikian mereka sendiri akan semakin merasakan bagaimana umat dapat mengungkapkan.”

Komentar yang ditulis Romo Prier dalam dokumen tersebut adalah sebagai berikut:

“Pemain musik yang bukan beragama Kristen Katolik: Mudah terjadi bahwa kita minta tolong pada seorang pemain musik dari agama lain untuk memeriahkan ibadat pada hari raya. Kita beruntung karena musik ibadat kita dikagumi; dia pun beruntung karena dapat nama dan barang kali juga rejeki. Namun apakah perlu demikian? Mengapa tidak berani untuk bermusik seadanya saja bila memang tidak ada pemusik yang lihai? Sederhana, namun dengan usaha yang sebaik mungkin, itu bukan bertentangan dengan tuntutan Kitab Suci dan liturgi. Tentu saja mungin bahwa seseorang yang belum dibaptis (katekumen atau calon katekumen?) atas kemauannya sendiri ingin sekali mengungkapkan rasa simpatinya pada Gereja dengan membantu kita dalam pelaksanaan musik ibadat. Bila ia sudah tahu apa tugasnya dan urutan upacara, mengapa harus ditolak? Keanggotaan pada Gereja tidak tergantung dari surat baptis tetapi dari sikap di hati.”

Senin, 04 Juli 2011

Kenalilah Organ Pipa (Orgel)

Diambil dari tulisan Anthonius Bobby @ http://katedral.keuskupan-malang.web.id

Kedudukan dan Fungsi Organ

“Alat Musik dapat menjadi sangat bermanfaat dalam perayaan-perayaan Kudus, entah untuk mengiringi nyanyian, entah untuk dimainkan sendiri sebagai Instrumental Tunggal(IML 62). Organ pipa (ORGEL) hendaknya dijunjung tinggi sebagai ALAT MUSIK TRADISIONAL GEREJA LATIN; suaranya mampu menyemarakkan upacara-upacara ibadat secara mengagumkan, dan dengan mantap mengangkat hati umat ke hadapan ALLAH dan alam Surgawi. (IML 62, KL 120).

Status Organis

“…para organist atau pemain musik lain didalam ibadat bukan hanya semata-mata oranng yang bisa memainkan alat musik. Mereka hendaknya juga mengikuti perayaan liturgi dengan penuh kesadaran, sehingga setiap memainkan alat musiknya secara spontan, mereka memperkaya perayaan kudus selaras dengan hakikat asli masing-masing bagian, dan mendorong partisipasi kaum beriman.” (IML 67)

Seorang Organist memanjatkan doa-doa dan pengantar persembahannya dalam ibadat lewat permainan organnya yang baikLatihan dan persiapannya pun merupakan doa-persiapan untuk merayakan ibadat bersama umat di hadirat ALLAH. Maka, sebaiknya organist adalah seorang beriman yang ikut dalam perayaan liturgi; atau sekurang-kurangnya dapat memahami perayaan liturgi yang bersangkutan.

Mengenal Organ

Organ Pipa / Organ Tabung

Organ Pipa atau yang kita kenal dengan nama Orgel adalah Organ yang suaranya dihasilkan oleh tiupan pada mulut tabung (pipa). Ada 2 macam pipa mulut tabung:

  1. Pipa Labial ( Seruling recorder ), yakni pipa yang ujungnya kosong. Pada pipa labial suara yang dihasilkan oleh getaran udara pada ‘bibir’ pipa ( bahasa latin: labiai )
  2. Pipa Lingual ( Trompette, Fagotte, Brass ), yakni pipa yang ujungnya ( bagian yang ditiup ) dilengkapi dengan ‘lidah’ ( bahasa latin: lingual ). Pada saat pipa ditiup, lidah ini bergetar dan menghasilkan suara yang kemudian diperkeras oleh pipa.

Pipa Labial mempunyai variasi suara yang lebih kaya daripada pipa lingual. Suara pipa lingual lebih keras dan lebih kasar daripada pipa labial. Biasanya, pipa lingual digunakan untuk permainan instrumental solo, dan jarang untuk mengiringi nyanyian umat, kecuali pada kesempatan tertentu, bila semua register yang lain dinilai kurang keras.

Organ Elektronik

Sejak abad XX orang menemukan organ elektronik, yaitu organ yang dihasilkan dari getaran elektronis yang diperkeras melalui amplifier dan Loudspeaker. Banyak orang menganggap bahwa suara organ pipa (Orgel) lebih alami dan menyentuh perasaan peribadatan. Maka gereja-gereja di Eropa yang semula mencoba organ elektronik, sesudah beberapa waktu kembali menggunakan Organ Pipa.

ORGAN YANG COCOK UNTUK GEREJA

Organ untuk Gereja idealnya adalah Organ Pipa. Tetapi, di Indonesia organ pipa hanya terdapat di beberapa tempat ( Misal: Katedral Jakarta, Katedral Bandung, Gereja St. Yusup-Gedangan, Semarang, Katedral Larantuka, Katedral Surabaya => tinggal pipanya saja ). Itupun jarang dipakai karena tidak banyak organis yang terbiasa dengan Organ pipa tersebut. Di Katedral Jakarta lumayan banyak, Bandung juga banyak organis yang bisa mainin organ pipa, Gedangan ada..dari Jogja..Surabaya gak ada. Larantuka ada, dikit..Organ elektronik yang dibuat khusus untuk gereja belum banyak karena pemasarannya tidak mudah, dan harganya mahal. Di DKI Jakarta gereja-gereja kebanyakan sudah mempunyai organ elektronik semacam orgel. Bandung juga, Jogja, Malang ada 2 yang punya, yaitu Katedral Idjen dan Novisiat Frater BHK. Maka kebanyakan organ yang ada di gereja-gereja di Indonesia adalah organ pop, yang sebenarnya berbeda dengan organ gereja. Organ pop memiliki 2 papan-nada ( keyboard ) yang tidak lengkap: a) Keyboard atas f – c”’, keyboard bawah, F – c”; b) tombol-tombol irama otomatis; c) pedal 1 – 1 1/2 oktaf. Sedangkan organ yang cocok untuk gereja memiliki: a) Keyboard lengkap 4 – 5 Oktaf; b) Pedal satu oktaf ( disebut pedal Spanyol ) atau pedal 2 – 2 1/2 oktaf.

Organist


Amatlah disayangkan; banyak sekali organist Gereja..terutama Gereja Katolik kurang mengerti untuk mengiringi lagu-lagu Liturgi Ekaristi. Hanya mungkin sedikit yang mengerti. Dalam hal pembelajarannya mungkin tidak mengambil basic secara klasik misalkan piano, sehingga memainkan organ di gereja sama juga memainkan organ untuk musik sekuler misalnya lagu pop. Kebanyakan lagu-lagu Liturgi dimainkan secara monoton, karena kurang menguasai achord, maupun kelincahan pedal. Haruslah Organist mengerti dan mau belajar untuk lebih serius agar pembawaan Lagu-lagu Liturgi benar-benar bagus dan menyentuh hati umat beriman. Meskipun Koor kurang begitu baik, namun bisa ditutupi dengan kemahiran organist, sehingga suasana Missa Kudus tidaklah hambar dan pada saat umat telah menerima Rahmat perutusan diberikan oleh Imam Pastor, umat bisa pulang dengan hati gembira. Memang benar, permainan organ yang baik dan pemilihan register (warna suara organ) yang tepat bisa membawa hati tenang dan damai bagi umat beriman.